I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perikanan di
Indonesia merupakan salah satu sumber devisa Negara yang sangat potensial.
Pengembangan budidaya air payau di Indonesia untuk waktu yang akan datang
sangat penting bagi pembangunan di sektor perikanan, serta merupakan salah satu
prioritas yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan di sektor perikanan.
Udang
windu (Penaeus monodon) merupakan salah satu jenis udang perairan laut
yang mempunyai nilai jual yang tinggi dan menduduki tempat penting disektor
perikanan, baik sebagai komuditi eksport maupun sebagi sumber protein untuk
konsumsi dalam negeri, sehingga udang windu sangat berpotensi untuk
dikembangkan baik melalui pembenihan di hatchery maupun pembesarannya.
Secara
umum, budidaya udang windu di
Indonesia telah dilakukan sejak lama dan berkembang pesat dari tahun ke tahun, berbagai upaya untuk
meningkatkan produksi udang windu yang ada di Indonesia, salah satunya
penerapan sistem budidaya secara intensif. Namun masyarakat pembudidaya yang
ada di Indonesia khususnya di Sulawesi Tengah memiliki modal yang terbatas,
sehingga penerapan sistem budaya dilakukan secara semi intensif.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Praktek Kerja Lapang
(PKL) bertujuan untuk mengetahui
teknik pembesaran udang windu
(Penaeus monodon).
Kegunaan dari
Praktek Kerja Lapang adalah menambah wawasan dan sebagai bahan informasi bagi mahasiswa dan
masyarakat dalam kegiatan pembesaran udang windu dengan sistem budidaya semi intensif, serta sebagai bahan masukan untuk meningkatkan
keterampilan bagi para pembudidaya udang windu khususnya pada kegiatan
pembesaran.
II. METODE PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA LAPANG
2.1
Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Lapang (PKL)
dilaksanakan mulai tanggal 1 Oktober sampai 4 Desember 2011
dan
bertempat di Tambak
Percontohan dinas Kelautan dan Perikanan di Desa Tonggolobibi,
Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesih Tengah.
2.2 Metode Pelaksanaan Praktek
Metode pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yaitu dengan mengumpulakn
data sebagai berikut :
Pengamatan
langsung
Data primer Wawancara
Praktek langsung
di lapangan
informasi
instansi terkait
Data sekunder
literatur
2.3
Kegiatan yang dilaksanakan
Kegiatan
yang dilaksanakan pada Praktek Kerja Lapang (PKL) di Tambak Percontohan dinas Kelautan dan
perikanan di Desa Tonggolobibi adalah :
v
Persiapan tambak
Ø
Pemupukan
Ø
Pengapuran
Ø
Pembasmian hama
v
Pembesaran
Ø
Pemberian pakan
Ø
Pemupukan susulan
Ø
Penyamplingan
Ø
Pengontrolan kualitas air
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Keadaan Umum Lokasi Praktek Kerja Lapangan (PKL)
3.1.1 Tata Letak dan Lokasi
Tambak Percontohan Dinas Kelautan dan Perikanan terletak di Desa Tonggolobibi,
Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala.
Lokasi bangunan terletak disebelah utara pantai yang jaraknya sekitar 20
meter dari garis pantai. Keadaan
perairan berupa struktur dasar perairan berpasir dan pantai yang berombak. Secara umum kondisi perairan dilokasi tambak
cukup baik seperti salinitas yang berkisar 29 – 32 ppm dan suhu perairan pada
pagi dan malam hari berkisar 27o – 29o C sedangkan pada
siang hari berkisar 30o – 32o C.
v Tambak Percontohan dinas Kelautan dan
perikanan di Desa Tonggolobibi dilengkapi
dengan sarana dan prasarana anatara lain :
Sarana
Kolam
Pembesaran
Prasarana
Perumahan
Pegawai
Ruangan
Pembuatan Pakan
Ruangan
Penyimpanan Perlengkapan
Ruangan
Mesin
3.2
Kegiatan yang Dilakasanakan
v Mengenal Udang Windu (Penaeus monodon)
Klasifikasi Udang Windu (Penaeus
monodon) menurut Soetomo (2000), adalah sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Klas :
Crustaceae
Sub klas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub ordo : Natantia
Famili :
Penaeidea
Genus
: Penaeus
Spesies : Penaeus monodon
Tubuh udang windu (Penaeus monodon)
dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu kepala-dada (cephalothorax) yang tertutup oleh satu kelopak yang disebut
karapas. Lebih rinci, karapas mempunyai tonjolan yang meruncing kedepan, yaitu rostrum (cucuk). Rostrum tampak bergerigi pada tepi-tepinya, di belakang cephalothorax ada bagian badan (abdomen) dan ekor. Pada kepala terdiri lima ruas dan delapan ruas
di bagain dada. Masing-masing ruas mempunyai sepasang anggota badan, seluruh
ruas-ruas tersebut tertutup oleh kulit keras tetapi tipis pada setiap
sambungannya sehingga memungkinkan udang bergerak lebih fleksibel (Suyanto dan Takarina, 2009).
Pada bagian perut (abdomen)
terdapat 5 pasang kaki renang (pleopoda)
yaitu pada ruas ke-1 sampai ke-5. Sedangkan pada ruas ke-6, kaki renang
mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas atau ekor (europoda). Ujung ruas ke-6
ke arah belakang membentuk ujung ekor (teleson),
di bawah pangkal ujung ekor terdapat lubang dubur (anus) (Suyanto dan
Mujiman, 1989).
v
Persiapan
Tambak.
Tambak yang digunakan
berbentuk empat persegi panjang dengan luas 1 hektar. Sebelum
digunakan tambak dikeringkan dengan cara mengeluarkan semua air melalui pintu
pengeluaran (outlet) sampai keadaan tambak benar-benar kering, setelah itu
tanah dasar tambak dijemur selama 7 hari
sampai keadaan tanah retak-retak, ini bertujuan agar tambak bebas dari hama pengganggu dan
pemangsa, selain itu pengeringan berfungsi untuk memperbaiki kondisi tanah dan
mengeluarkan gas-gas metan amoniak dari dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Suyanto
dan Takarina (2009), bahwa tanah
dasar tambak dijemur sampai retak-retak atau selama kurang lebih 7 hari.
Tujuannya, untuk menghilangkan senyawa beracun yang masih terdapat pada tanah
dasar tambak.
Selama proses penjemuran dasar
tambak, dilakukan pembasmian hama trisipan menggunakan pestisida jenis Pegasus. Pegasus
adalah jenis bahan kimia yang berupa cairan berwarna kuning keemasan.
Penggunaanya dilakukan dengan cara penyemprotan
pada dasar tambak secara merata, penyemprotan dilakukan pada saat tambak
keadaan tanah tambak lembab dan cauaca tidak hujan, dosis yang diberikan pada
tambak dengan luas 1 ha yaitu 5 botol atau 400 ml. Suyanto dan Mujiman (1989), menyatakan untuk memberantas hama yang
hidup di dalam air, kita dapat menggunakan bahan-bahan beracun atau peptisida.
Selain pembasmian hama trisipan juga dilakukan pembasmian hama werang
tambak atau hama penyaing berupa udang renik yang tersisa pada caren yang masih
tergenang air, cara memberantasnya yaitu dengan cara meracuninya dengan
peptisida jenis Decis dengan dosis 80 ml. penggunaannya ialah, decis 80 ml
dicampur dengan air sebanyak 20 liter, lalu diaduk merata, kemudian ditebarkan ketambak
yang masih tergenag air. Wareng tambak adalah binatang bangsa udang renik yang
hanya berukuran 8-10 mm. udang renik dapat menimbulkan gangguan di tambak.
Udang renik ini memakan diatom dan alga bersel satu lainnya yang juga menjadi
makanan udang windu (Suyanto dan
Mujiman, 1989).
Selain trisipan dan udang
renik, ikan pemangsa adalah hama yang sangat merugikan, karena dapat memangsa
udang windu secara langsung. Untuk memberantas hama ini dapat dilakukan dengan
pestisida organik diantaranya saponin. Cara penggunaanya yaitu terlebihdahulu
saponin direndam dengan air lalu diaduk dan didiamkan selama 10 menit, kemudian
saponin yang telah direndam disaring terlebih dahulu, dipisahkan ampas dan
airnya, air saponin ditebar pada permukaan air. Sesuai pernyataan Suyanto dan Mujiman (1989), ikan-ikan liar dan buas dapat
diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung zat racun yang disebut
saponin. Saponin merupakan pepstisida organik atau pestisida alami.
Setelah pencucian tambak, air
tambak dalam keadaan kering maka kegiatan selanjutnya adalah pemupukan. Pupuk
yang dugunakan adalah Urea sebanyak 7 sak/ha dan TSP 3 sak/ha, ini bertujuan
untuk menumbuhkan pakan alami. Cara
pemupukan dilakukan secara manual menggunakan tangan yang ditebar secara
merata, setelah pupuk ditebar didiamkan selama satu hari. Menurut Amri (2003),
dosis pupuk yang digunakan adalah urea dan TSP dengan perbandingan 3:1, yakni
urea 2,5 g/m3 air tambak dan TSP 1 g/m3 air tambak. Dosis
seperti itu memberikan pengaruh positif bagi pertumbuhan diatome.
Tahap selanjutnya adalah pengapuran
yang berguna untuk memperbaiki keasaman (pH) dasar tambak, dosis kapur yang
diberikan adalah jenis kapur pertanian sebanyak 25 sak/ha, 1 sak kapur seberat
17 kg, pengapuran dasar tambak juga dilakukan secara manual dengan alat yang
sederhana menggunakan ember dan ditebar langsung menggunakan tangan. Keesokan
harinya dilakukan pemasukan air mulai dari ketinggian 10 cm, lalu 30 cm dan 60
cm dari pelataran. Sesuai pernyataan Amri (2003), setelah pemupukan, dilakukan
pengisian air sedalam 10 cm selanjutnya ketinggian air dinaikkan menjadi 20 cm,
air dimasukkan lagi hingga 60 cm.
v
Penebaran Benih
Benur udang windu didatangkan dari kota Makassar.
Benur ditebar dengan umur 20 hari (PL 20) dengan kepadatan 10 ekor/m2
atau 100.000 ekor/ha. Sebelum benur ditebar dilakukan proses aklimatisasi agar
benur udang tidak stres sehingga tingkat kematian atau mortalitas rendah, pada
saat proses aklimatisasi wadah benur berupa kantung plastik yang diletakkan di
air diberikan penutup berupa terpal agar tidak bersentuhan langsung dengan
sinar matahari. Penebaran benur dilakukan pada sore hari agar suhu air tambak
tidak terlalu tinggi. Sesuai pernyataan Soetarno (1992), penebaran benur
dilakukan pada sore atau pagi hari karena pada keadaan tersebut suhu air relatif rendah sehingga tidak menimbulkan
gangguan tekanan pada udang dan untuk menghindari gangguan tekanan (stres),
sebaiknya sebelum ditebarkan, benur udang diaklimatisasikan dengan air tambak.
v
Pengaturan dan Pemberian Pakan
Pengaturan jumlah pakan yang
diberikan pada benur disesuaikan dengan berat tubuh udang dari berat saat
pertama tebar dan dihitung kembali kenaikan berat badannya pada minggu ke tiga.
Cara perhitungan pemberian pakan yaitu dilakukan sampling terhadap 50 ekor
udang windu. Penimbangan berat badan udang
dilakukan dengan cara menangkap udang menggunakan bagan kecil kemudian udang
diletakkan di dalam wadah yang berisi air yang telah ditimbang sebelumnya, lalu
ditimbang setelah mendapatkan jumlah berat keseluruhan, kemudian dikurangi
berat air, maka hasil yang didapatkan adalah berat sampel udang keseluruhan dan
dirata-ratakan.
Penimbangan dilakukan tiap
minggu karena udang windu memiliki laju pertumbuhan yang cepat. sampling
dilakukan tiap 7-10 hari sekali, (http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-udang.html), disamping itu kegiatan sampling
dilakukan dalam rangka mengontrol peningkatan berat tubuh udang dan menduga
jumlah udang yang hidup, ini sesuai dengan pernyataan Amri (2003), sampling
atau pengambilan contoh selain untuk menduga jumlah udang yang terdapat
ditambak, sampling juga digunakan untuk melihat laju pertumbuhan dan status
kesehatan udang. Dosis pemberian pakan dan pertambahan berat badan udang windu
tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Dosis Pemberian Pakan yang disesuikan dengan
Berat benur udang windu.
Umur
(Minggu/Hari)
|
Jumlah
(Ekor)
|
Berat Rata-rata
(gram/ekor)
|
Berat Populasi
(biomassa) = kg
|
Persentase Pakan
|
Ransum/hari (kg)
|
Jumlah Pakan
(kg)/minggu
|
Jenis Pakan
|
I/II/1-14
|
100,000
|
0.02
|
2
|
20%
|
0.4
|
2.8
|
Starter I
|
III/15-21
|
96,000
|
0.1
|
9.6
|
15%
|
1.44
|
10.08
|
|
IV/22-28
|
92000
|
1
|
46
|
12%
|
5.52
|
38.64
|
|
V/29-35
|
88000
|
2
|
176
|
10%
|
17.6
|
123.2
|
Starter II
|
VI/36-42
|
84000
|
4
|
336
|
8%
|
26.88
|
188.16
|
|
VII/43-49
|
82000
|
8
|
656
|
6%
|
39.36
|
275.52
|
|
VIII/50-56
|
80000
|
11
|
880
|
5%
|
44
|
308
|
Grower II
|
Pekerjaan rutin yang dilakukan adalah pengontrolan, pergantian air dan
pemupukan susulan. Pengontrolan dilakukan pada saat air surut dengan cara
mengelilingi tambak melihat apa ada air yang merembes keluar, apabila air
merembes berarti ada kebocoran dan dilakukan penempelan.
Pergantian air dilakukan pada saat air pasang tertinggi yang terjadi 15
hari satu kali siklus air pasang. Air tambak dikeluarkan melalui outlet atau
pintu pengeluaran pada saat pagi hari, lalu pemasukan air dilakukan padasaat
sore hari. Pemupukan susulan dilakukan pada saat setelah pemasukan air, pupuk
yang digunakan adalah pupuk organik 1 liter yang berwarna coklat sebanyak 5
liter/ha. Pupuk dicampur dengan air lalu ditebar di permukaan air tambak.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Lapang yang
dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.
Tehnik pembesaran yang dilakukan di tambak percontohan
dinas Kelautan dan Perikanan adalah secara semi intensif.
2.
Pakan yang
diberikan berupa pakan alami yang melalui pemupukan dan pakan buatan berupa
pelet.
3.
Pengontrolan
kualitas air selain menggunakan kincir sebagai penyuplai oksigen terlarut, juga
dilakukan pergantian air secara rutin pada saat air pasang tertinggi.
4.
Udang yang windu mudah lebih cepat pertumbuhanya
dibandingkan udang yang tua, pertumbuhan udang windu dari awal penebaran
seberat 0,02g hingga 15 hari mencapai 0,1g berarti selisihnya 0,08g, jadi
pertumbuhan berat badan/harinya adalah 0,005g atau 25% pertumbuhan dari berat
badan semula. Sedangkan pada umur 43 berat/ekor 8g hingga mencapai umur 50 hari
beratnya 11g berarti selisih pertumbuhannya 3g jadi pertumbuhan berat
badan/harinya adalah 0,375g atau 4,7% pertumbuhan dari berat badan semula.
4.2 Saran
Udang windu yang dibudidayakan
sebaiknya dalam pemilihan benur benar-benar diperhatikan kualitasnya, karena
apabila benur kurang berkualitas akan menyebabkan mortalitas yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, K., 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif.
Agromedia Pustaka, Jakarta
http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-udang.html
diakses pada tanggal 20 Desember 2011
http://www.warintek.ristek.go.id/perikanan/Ikan%20Laut/udang_windu.pdf
diakses pada tanggal 20 Desember 2011
Soetarno., 1992.
Budidaya Udang. Aneka Ilmu, Semarang
Soetomo, M.,2000. Teknik Budidaya Udang Windu. Sinar Baru, Bandung
Suyanto, R dan A. Mujiman., 1989. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya,
Jakarta
Suyanto, R dan E.P
Takarina., 2009. Budidaya Udang Windu. Penebar
Swadaya, Jakarta